Sabtu, 30 November 2013

Bersiaplah untuk ini

Tentang hal-hal sulit yang telah kamu lalui, mereka bicara banyak tentang pelajaran. Mendewasa adalah pilihan, mau diproses atau tidak. Mungkin sakit, mungkin ini jauh dari ekspektasi dan mungkin rasanya sudah ingin menyerah lebih awal. Tapi percayalah bahwa ini hanya sementara dan suatu hari kamu akan tersenyum karena berhasil melaluinya dengan baik.

Tentang orang-orang yang biasa kamu andalkan, mungkin pada masa-masa terberat, mereka akan meninggalkan. Tenang dan tetaplah kuat. Ini adalah pelajaran bahwa manusia selalu mengecewakan, maka andalkanlah Tuhan. Jika mereka melangkahkan kaki dari arena tempurmu, hadapilah sendiri. Mungkin itu cara Tuhan menyeleksi, nanti juga kau akan dapatkan pengganti.

Tentang peristiwa-peristiwa yang susah kau mengerti. Lakukanlah bagianmu sesuai porsi, biar nanti bagian Tuhan yang akan melengkapi. Ingatlah, kacamatamu berbeda dengan kacamata Tuhan. Apa yang tidak kelihatan, belum tentu tidak ada kan? Tetaplah kuat, selagi menjadi kuat adalah satu-satunya pilihan.

Mungkin, menerima keadaan adalah hal yang sulit. Bahkan merelakan bagian-bagian yang hilang, mengikhlaskan kepergian, pun juga mengobati luka hati juga tak kalah sulitnya. Tapi jangan perlama penyembuhanmu. Cepatlah bangun dan bertindaklah, jangan sampai kamu dililit oleh keadaan sulit.

Jika kini diijinkan mengalami, mungkin karena kita juga dimampukan untuk melalui. Jika kini diijinkan mengalami, mungkin supaya kita bisa mencegah orang lain agar tak berada di posisi ini.Jika kini diijinkan mengalami, mungkin agar tak jatuh dua kali.Jika kini diijinkan mengalami, mungkin agar lebih dulu miliki ‘obat’ untuk esok hari. Kehilangan adalah jembatan untuk menemukan sesuatu yang lebih baik. Bersiaplah.

Rabu, 20 November 2013

Menunggu persetujuan langit

Ada bekas bibir di tubir cangkir
yang setengah isi setengah kosong.
Aku menatapmu, kamu menatap cangkir itu.

Tidak ada yang menawar sunyi dengan harga tinggi. 
Ia melekatkan diri di tengah-tengah ruangan ini. 
Seharusnya secangkir kopi kita sesap berdua hingga hitamnya lenyap tak tersisa.

Namun gengsi, ia tak juga pergi. 
Di antara degup dan ingin seperti dedaun beda ranting. 
Aku menunggu, kau masih meragu.

Lorong pikirmu mungkin terlalu sibuk. Waktu seolah
bisu, tak sanggup memberhentikan lamunanmu. 
Di depanmu, aku seolah sosok asing. 
Meski sebenarnya, aku jugalah yang disakiti paling sering.

Persimpangan telah kita lalui, meriap dari bawah akar
menyembul lantas mengulur. 
Aku limbung, padahal hampir sepuluhan kata telah aku coba susun. 
Aku hendak mengatakan dengan mulutku, di mulutmu.

Persimpangan memang membingungkan. Tapi ketika kau tahu aku menunggu
di salah satu ujungnya, mengapa harus mempertanyakan arah?
Aku tak ingin kakimu berhenti pada tempat yang tak ingin dipijaki.

Atau kekasih, kita mulai dari awal. Seperti awal mula dunia, ketika Adam
menyunting Hawa. Salah ialah pelajaran yang baru saja aku petik, dari hatimu.

Bisakah kita menyalakan lampu hijau pada lembar-lembar kebahagiaan?
Lalu mencabuti ego pada kepala kita masing-masing. 
Apakah ini terlalu rumit untuk disetuji olehmu?
Kamu, aku, menyatu. Bukan satu satu beradu.
Dekap aku dengan doamu, akan kudekap kamu dengan doaku. 
Biarkan doa kita saling dekap, lantas kita saling lekap. 
Agar langit tak lagi temaram, agar cinta tak lekas benam.

Kamis, 14 November 2013

Repitisi

Sudah terlalu jauh hati berkelana. Persinggahan, percabangan dan perhentian. Entah kapan aku sampai pada tujuan yang telah digariskan. Beberapa kali, cinta membuatku patah dan kehilangan kendali karena jatuh dari tempat yang terlalu tinggi. Beberapa kali, cinta membuatku nyaris jera untuk kembali membuka hati. Beberapa kali, cinta menyadarkanku bahwa ini bukan tentang teori tapi praktek hati. Beberapa kali, cinta membuatku tak yakin akan manis yang pernah ia janjikan. Beberapa kali, cinta membuatku kehilangan sebuah ‘percaya’.

Dan kali yang terakhir, dengan sosok yang terlalu samar untuk membuatku tersadar bahwa dialah yang kucinta, mungkin bukan untukku dia terlahir. Musnah mimpi, serangkai kebetulan manis pun kubenci dan nyaris tak kupercaya lagi bahwa skenario cinta ada yang berujung bahagia. Seberusaha apapun aku agar layak dicintai, takkan menyatu jika memang dihatinya tak tergaris namaku. Sekeras apapun memaksa tak begini akhirnya, yang terancang akan selalu terjadi menurut kehendak Pencipta. Bukankah satu-satunya yang bisa kulakukan hanya menerima dan berlapang dada?

Sudah sering kali aku melepas. Sudah sering kali aku mengalah. Sudah sering kali aku pergi dari arena hanya untuk menyuguhkan bahagia bagi sosok yang kucinta. Sudah sering kali aku membiarkan hal ini berulang kali jadi siklus yang biasa dimaklumi. Sudah sering kali aku mempersilahkan orang lain untuk duduk menggantikan peran yang biasa kulakukan. Ingin rasanya sekali bertolak dari apa yang biasa kulakoni. Tak perlulah kepala menyodori seharusnya aku berbuat apa. Kali ini aku hanya mengandalkan hati, ke arah mana ia seharusnya pergi. Karena memperjuangkanmu justru membuatku semakin sadar untuk segera menekan tombol henti. Aku takut ada yang terluka lebih lama, lebih sering, lebih sakit. Entah aku atau kamu.

Berkali aku jatuh cinta, semakin lama semakin meningkat sakitnya. Mungkin karena aku terlalu merasa memiliki, jadi kurasakan kehilangan dini yang terlalu menyakiti. Kini, perasaan masih begitu kental seiring dengan sesak yang ikut berjejal. Tidak perlu ada yang tahu, airmataku penuh dibungkus oleh tisu-tisu itu. Tidak perlu ada yang mendengar, isak tangis yang menggelegar. Tidak perlu ada yang melihat bahwa aku sebenarnya tak nyaman dengan pemandangan yang disuguhkan. Tidak perlu ada yang bertanya siapa dalang dari segala luka. Tidak perlu ada yang merasa bersalah atas salahku yang tak disengaja. Ya, jatuh cinta padamu mungkin adalah sebuah dosa.

Berusaha terlihat baik-baik saja adalah caraku untuk menyamarkan luka. Urusan rela, melepas dan rentetan segala untuk lupa adalah hal yang semoga bisa cepat membuntutinya. Mungkin manisnya cerita yang membuat beberapa pasang berbangga belum terjadi padaku. Tapi seharusnya kita sama-sama tahu. Belum bukan berarti tidak ada kan? Jika nanti sosok itu tiba, aku ingin mematahkan segala repetisi luka hati. Karena siapapun yang jatuh cinta, berhak dapatkan porsi bahagia.

Jumat, 09 Agustus 2013

Terus seperti itu

Aku akan lebih banyak diam. Lebih banyak menerima. Lebih banyak rela. Lebih banyak kehilangan dan lebih banyak terluka.

 Aku akan lebih banyak diam, sementara kamu tak perlu tahu apa-apa. Aku akan lebih banyak mengadu pada Penciptaku. Aku akan bicara soalmu sebebas-bebasnya, cukup dengan Dia. Aku akan lebih banyak terlihat baik-baik saja di depanmu. Agar bahagiamu bebas berkeliaran, sementara milikku terpenjara pada kehilangan yang paling sunyi. Aku akan lebih banyak menunduk untuk mengacuhkanmu, meski dengan menatapmu itu nyawa terbesarku. Aku takkan tega membiarkan wajahku terlihat penuh airmata saat melepasmu tanpa aba-aba. Ketidaktahuanmu itu sungguh mericuhkan duniaku yang rasanya ingin bersuara menunjukkan semua. Tapi tak semuanya harus terlihat, tak semuanya harus terungkap, meski harus tahunan atau selamanya dijaga. Tak apa, mungkin begini seharusnya cinta diperankan. Padamu, olehku.

Tidak ada yang tahu sebesar itu perasaanku. Tidak ada yang tahu bahwa sebegitu berharganya satu pertemuan yang menghadirkan kamu. Tidak ada yang tahu bahwa bersebelahan denganmu, itulah yang kutunggu. Kamu asing dengan duniaku dan duniamulah yang membiasakanku dengan keberisikan akan dia. Mungkin ini saatnya menutup telinga dari suara-suara yang menggoreskan luka baru, ini saatnya kepergianku. Ini saatnya aku membawa pergi hati dan seisinya agar terobati. Lebih cepat angkat kaki, lebih baik. Aku tak ingin membiarkan perulangan ini melukaiku berulang-ulang dan aku hanya akan menanggapinya dengan sebuah ‘kembali’. Semoga ini tidak akan terjadi.

Selasa, 16 Juli 2013

Kebetulan

Ada yang lebih juara menjadi penyimpan rasa tanpa suara.

Sebut saja aku.

Memahami tiap gerik yang kau ciptakan, memeluk tiap ucapmu dalam ingatan dan memilikimu meski baru dalam angan-angan. Duduk saja disana, aku memandangimu sambil terpikat lebih dalam. Ada satu yang hal sulit kutolak, segala yang semesta tawarkan dalam bentuk kebetulan.

 Kebetulan kamu hadir, kebetulan bertemu dalam sebuah pertemuan, kebetulan saling berkenalan, kebetulan terciptalah percakapan, kebetulan aku jatuh cinta denganmu, kebetulan kita dibungkus dalam sesederhananya perasaan yang lahir, kebetulan aku harus selalu terus melihatmu, dan kebetulan aku tak menemukan tombol untuk menghentikan rasa yang ada.


Tadinya, kebetulan-kebetulan itu terasa sakral. Tapi kebetulan memang hanya seonggok kebetulan. Tidak lebih. Dan harusnya disitulah kau nyalakan secepatnya radar tahu diri. Bahwa kebetulan takkan berarti apa-apa jika berujung pada hati yang telah berempunya. Kebetulan hanya sebuah repetisi, bonus bagi hati. Buatku, mungkin kebetulan hanya sebuah layar kaca yang bebas menyodorkan cerita mana buat para penonton setianya. Kebetulan hanya akan membuatmu tersenyum dibawa terbang oleh ekspektasi yang ketinggian. Kamu memang butuh kepastian yang bukan lagi bagian dari suatu kebetulan.

Aku harap kita tak hanya sebuat kebetulan, tapi dua pasang yang memang telah digariskan. Menunggu garis edar kita berubah dan mempersatukan aku dan kamu. Semoga.

Jumat, 07 Juni 2013

Ini ya namanya Takdir?

Takdir?
Iakah juru kunci pemberi dan pemberhenti setiap fungsi hati saat cinta mengalir? Sekuat itukah kehadirannya hingga kini aku masih menunggu saat ia tiba? Dari begitu banyak peristiwa, takdir telah ada. Bukankah saat pertama aku bertemu dengan objek yang kini melebatkan rindu, takdir juga ikut hadir? Salahkah jika aku masih menunggu keberadaan takdir? Apa takdir absen untuk mampir dalam perjalanan sampai cerita ini berakhir?

Padanya telah kupercayakan rasa yang sejak awal masih saja ada. Padanya aku tahu, kelak akan dipertemukan dengan yang benar-benar sudah menungguku. Tapi kini, giliran aku yang sedang menunggunya datang, tapi bukan ke arah sini. Datanglah menuju kepada ia yang aku cinta, lalu sama-ratakan rasa yang kami punya.Ketika takdir telah menuntun, tak ada kuasa kita untuk mencegah rasa itu datang berkunjung. Hati berdoa, semoga ia tak jatuh sendirian. Semoga milikmu pun terjatuh bersamaan. Kemudian saat ini, kuharap sebenarnya kita tengah saling menunggu kesempatan. Sebab ada debar yang tak mampu kujelaskan, namun cukup sanggup membangkitkan rindu tak berkesudahan.

Mungkin kamu tak akan pernah mengetahui, betapa sebuah hati sedang dikelabui perasaannya sendiri. Mungkin kamu juga tak akan pernah menyadari, betapa sebuah hati sedang berjuang melawan logika, agar denganmu ia bisa bersama. Menumbuhkan debar di dadaku itu terlalu mudah, yang sulit adalah menebak dengan benar ke mana langkahmu itu terarah. Apakah kepadaku? Ataukah kepada yang bukan aku? Senyummu itu kunci jawabnya, namun tak pernah kamu menatap sepasang mataku yang bertanya-tanya.

Bagaimanakah mengambil hati sang takdir agar nama kitalah yang dipasangkan sebagai dua yang nantinya takkan terpisahkan? Jika saja waktu bisa membantu mempercepat gerakmu untuk menuju ke tempatku, mungkin ini akan menjadi kerja sama termanis yang pernah ada. Memang perlu ada beberapa kerjasama untuk menyatukan kita selain lewat doa. Setidaknya aku ingin meminta agar ketika gelas berisikan nama-nama yang nantinya terkocok akan keluar sebuah kita. Lalu dengan sendirinya rinduku akan mencolek pipimu dan menyadarkanmu bahwa ia perlu teman. Membayangkan beberapa hal tentang kita yang masih berbungkus sebuah pinta dalam plastik sederhana sangatlah menenangkan jiwa. Aku bahagia, bahkan sebelum saat itu tiba.

Pada hari-hari yang juga sudah kulewatkan, ada harapan tentang kesamaan perasaan. Di waktu-waktu yang diisi kesunyian, ada keinginan agar kita bisa bersama menjalani keseharian. Bertemankan rindu tak juga membuatku akrab dengan waktu. Menunggu bukanlah kemampuan atau juga kemauanku. Tapi entahlah aku selalu memberikan pengecualian untuk segala yang tentang kamu. Tak pernah terpikir olehku, bagaimana bisa sebuah kejadian biasa kelak akan membuatku luar biasa menginginkanmu? Dari situ, kukira cinta adalah sebuah permainan antara dua takdir yang berpapasan. Mereka beradu debar di lapang dada masing-masing. Namun anehnya, siapapun yang paling pintar menjaga debar dengan sabar, tetap akan pulang membawa hadiah penasaran.

Andai mempertemukan dua hati dalam cinta semudah cerita-cerita bahagia, tak mungkin kiranya aku cemas akan luka yang bisa datang kapan saja. Namun kita hanyalah sepasang yang mudah terbawa takdir, sulit bagi hati kita untuk saling menafsir. Hati begitu mudah dibawa naik turun pergi dengan berbagai presepsi dan prediksi. Siapa lagi jika bukan kamu sebagai dalam dibalik setiap pengecualian dan pengendalian hatiku? Aku tak bisa menyalahkan sesiapa, bahkan takdir pun telah diberikan pembebasan dari suatu kesalahan oleh Tuhan. Aku hanya salah satu dari milyaran manusia yang menaruh percaya pada cinta diatas segala ketidakpastian yang ada. Buatku, hati akan selalu berperkara asalkan masih ada segenggam percaya.
Jika suatu saat, kamu terpanggil oleh takdir, kuharap cinta juga sudah bersamamu ikut mengalir. Lalu terlahir lah sepasang kembaran perasaan. Namun jika memang aku masih harus menunggu, semoga lama tidak perlu menjadi sebuah penghalang bagiku. Semoga angin akan mengarahkanmu menjadi sedekat yang aku ingin.

Semoga takdir akan membawamu kepadaku seperti yang aku mau. Tentang harap yang tak mengenal kata lenyap, mudah-mudahan akan ada saatnya untuk kita menyatukan perasaan.Kuharap senyuman yang aku miliki mampu memberikan getaran yang sama seperti yang kamu punya. Kuharap kehadiranku dapat menjadi sesuatu yang juga sedang kamu tunggu-tunggu. Kuharap permintaanku tidaklah begitu keterlaluan untuk bisa Tuhan kabulkan.

Dari balik sekat kaca pemisah takdir kita, aku memanggilmu mendekat. Berharap, berdoa, berupaya, agar cintaku sampai dengan selamat, di alamat yang tepat; hatimu. Semoga kiranya Tuhan bersedia memberi kata ‘iya’, agar tumpukan rindu serta penantian-penantianku, tak akan sia-sia.

Bersabarlah ( HATI )

Tak pernah terpikirkan sebelumnya, saat-saat seperti ini akhirnya datang juga. Ketika diri sendiri merasa terlalu sepi untuk lari dari sunyi, namun terlalu enggan mencari yang mampu mendampingi. Seakan cinta di dalam dada terlampau berharga untuk diberikan begitu saja. Seakan kosong di dalam hati terlalu kecil untuk bisa kututupi sendiri—padahal tidak. Semua bagai berpura-pura, namun bukan begitu sebenarnya. Aku hanya takut terluka, sebab segala cinta yang kukenal, belum ada yang berakhir bahagia.

Semiris itukah cinta yang menghampiri hati? Atau aku yang telah tak berhati-hati menaruh hati?

Jika mencintai berarti memberi hati seutuhnya, aku tidak ingin mempertaruhkannya pada yang mahir meretakkan. Karena tidak pernah ada yang tahu telah sejauh apa aku memunguti serpihan itu satu-satu, mengumpulkannya, lalu menyatukannya lagi hingga sempurna, hingga tak ada luka. Setelah sembuh, lalu semudah itu seorang baru merobohkan hatiku hingga lagi-lagi runtuh? Aku tahu, tak baik terus begini. Bagaimana bahagia bisa mendatangi, jika membuka hati saja aku tak berani? Dengan alasan apapun, yang punya awal pasti kelak berakhir. Meski sudah melangkah paling hati-hati, kuyakin ada saatnya hati akan sakit kemudian sembuh sendiri. Namun aku lelah terus menerus terjebak pada repitisi yang sama. Seseorang datang, mendekat, bersama, sakit, lalu berujung aku, atau dia yang luka.

Jika boleh memilih, aku ingin menggunting peta takdir. Agar tak perlu melalui banyak hati, dan langsung sampai di pelabuhan terakhir. Tapi inilah perjalanan. Kaki bertugas melintasi dan hati mempelajari apapun yang semesta beri. Sejuta tempat singgah, berkelana hingga berdiam di titik lelah, masing-masing dari kita pasti akan menemukan seseorang yang bisa disebut rumah

.Bukan soal akhir, bukan soal awal, bukan bagaimana memulainya dan bukan bagaimana caramu mengakhiri. Tapi ini tentang menjalani, bertahan dan mendewasa dalam setiap pilihan.

Di dasar hatiku pernah terletak beberapa nama. Di sela-sela tiap mula ada ketakutan yang sama, tentang hubungan yang berujung tanpa bersama. Tapi ini mungkin hanya soal bertoleransi dengan waktu. Jika cinta sudah mendatangi, sekeras apapun kamu menolak, ia pasti akan menang telak. Jika ini hanya perihal waktu, aku tahu aku pintar menunggu. Namun barangkali, ini lebih dari itu. Sebab katanya, Tuhan hanya memberi sesuatu jika kita telah betul-betul siap memilikinya.

 Mungkin saja ada yang memang belum betul-betul siap—mungkin saja aku, mungkin saja kamu, mungkin saja entah. Meyakini hal-hal semu memang tak mudah, tapi lebih baik daripada menjatuhkan diri pada kesedihan yang salah.

Bersabarlah, hati. Yakinilah, di lain hari, kita akan lebih bahagia daripada ini

Sabtu, 01 Juni 2013

Percakapan AKU dan HATI

Hari ini aku bercanda lagi dengan hati.

“Aku liat banyak hati yang terluka, tapi tak sendiri. Mana pasanganmu? Siapa yang menjagaimu?”
Sepertinya hati ingin tertawa melihatku bertanya seperti itu.

“Jika belum siap, untuk apa mengundang penghuni yang nantinya menyakiti?”

“Jadi kamu lebih memilih ‘sendiri’ dibanding ‘berdua’?”

“Bukan itu persoalannya. Entah sendiri atau berdua, intinya sudah bisakah berbahagia meramu cinta? Tentang mereka yang tak sendiri, sudahkah menyicipi cinta yang sederhana, atau malah tergulung rumitnya drama yang tak habis-habisnya? Aku bahagia begini, perjalanan menemukan dan ditemukan itu menarik. Memang lebih bahagia jika nanti ada yang mengisi kekosonganku dan melipatgandakan bahagia yang ada. Jika ada, dia itu mungkin calon penghuniku.”

 “Rasanya jawabanmu tangguh sekali, tak seperti tubuhmu.”

“Sebenarnya semua hati itu kuat. Jika sesekali mereka terlihat lemah, mungkin karena mereka tak berusaha mencari pintu menuju rumah kekuatannya. Kamu hanya tidak tahu saja, seberapa kuat aku dan mereka.”

“Sekuat itu? Jika ada hati lain yang melemahkanmu, apakah ia berarti lebih kuat?”

“Tidak juga. Terkadang aku memberi mereka peluang untuk tereliminasi dari calon-calon penghuni, daripada meneruskan arah memberikan sebuah ruang.”

“Lagi-lagi perihal kemauanmu dan lagi-lagi tentang konsekuensi nanti.”

“Bukankah memang seharusnya semua hati seperti itu? Hati-hati menjatuhkan diri, hati-hati mempersilahkan penghuni masuk, hati-hati menjaga diri.”

“Pernah kau tak hati-hati?” 

“Sering. Tapi itu sebuah pelajaran kan? Kadar hati-hati para hati akan meningkat seiringnya mereka tak berhati-hati. Setidaknya aku lebih bijaksana dalam melihat segalanya setelah jatuh terpecah-belah.”

“Ya, aku ingat. Tentang beberapa calon penghuni masa lalumu. Nama-nama mereka rasanya ringan terdengar, tak seberat dulu ya? Seiring berjalannya waktu aku melepas, lega itu mulai terhempas. Aku mendewasa, termasuk juga kamu."

“Firasat tentang akhir dengan objek pujaanmu, selalu tiba tepat waktu. Aku mendengungkannya sampai terdengar gema. Tapi sering kau mengacuhkanku. Padahal jika kamu memekakan telinga, semuanya akan berjalan baik-baik saja.
Tapi seperti hukum semesta, semua tidak akan pernah berjalan baik-baik saja. Namun, kau akan tetap baik-baik saja pada akhirnya.”


“Maaf hati, jika sering menutup telinga demi segala kesenangan sementara. Maaf hati, jika lagi-lagi aku mengijinkanmu dilukai berkali-kali. Maaf untuk setiap ketidakpekaan. Maaf…”

“Maafmu seharusnya adalah karena terlalu banyak mengucapkan maaf.”Tersenyumlah hati, karena kita akan bekerja sama membangun cinta. Rumah yang selama ini kita puja puja

posted from Bloggeroid

Senin, 08 April 2013

BERAKHIR

Selesai.

Satu kata yang kukira adalah akhir dari segala kita. Satu kata yang nyatanya memberi bukti bahwa masih ada yang mustahil usai; namanya kenangan.

Kenangan ialah sisa-sisa ingatan yang mengakar hingga dada, masih menganggap kamu di sana. Kenangan ialah samar-samar harum tubuhmu diembus udara, masih mengira kamu tak ke mana-mana. Kenangan ialah yang menyiksa aku; yang meminta aku terus menengok ke arah yang semula ada kamu. Kenangan begitu nakal. Ia mematenkan kaki-kakinya untuk berdiam di ingatanku kekal. Mungkin ini sebuah hukuman dari kenangan. Karena dulu, air mata yang terjatuh dari pipimu selalu disebabkan oleh aku. Karena dulu, tawamu yang menyuarakan nada-nada bahagia sempat tertahan oleh keegoisanku. Karena dulu, kesalahan terfatalku adalah membiarkanmu berlalu. Hilang di makan waktu mencintai pria baru. Itu salahku, dan mungkin karma jadi makananku.

Sepayah itulah aku tak bisa menjaga ‘kita’. Sekuat itu pun juga kamu telah berusaha. Sampai hentakkan semesta menyadarkan bahwa kita tak bisa lagi seperti semula.

Terpejam mataku meninabobokan kesedihan, sementara menghindarkan aku dari kesesakkan. Namun nyatanya kedua mata yang terbuka di esok hari, menyadarkan bahwa kamu tidak lagi di sisi. Tinggi hati, kuhalangi air mata yang ingin mengalir melewati pipi. Meski secara sembunyi-sembunyi, baru aku berani mengakui bahwa aku masih mengharapkan kita untuk kembali. Salahku, mengapa dulu tidak piawai dalam menggenggam. Salahku, mengapa dulu memilih untuk diam. Salahku, mengapa dulu seakan melepasmu pergi. Sesal memang sesak. Yang tersisa hanya letup-letup kecewa namun tak mungkin membawaku ke pelukanmu yang semula. Sebelum aku benar-benar selesai menghitung langkah mundur dan mulai berjalan ke hadapan, kuingin lihat senyummu untuk terakhir kali. Senyum yang tercipta karena aku, bukan karena lelaki yang kini di sampingmu. Bolehkah? Semoga keputusanku untuk memutar arah dan melanjutkan langkah tak akan berubah.

Meski di masa depan aku tak tahu akan terjadi apa, kuharap kamu sudah kurelakan sepenuhnya. Kuharap kelak aku hanya akan mengingatmu sebagai yang indah-indah saja. Kamu masih tetap cantik. Kenangan tentangmu pun akan kujaga pada lemari memori, tertata antik. Kadang memang masih terasa sakit saat kedua telinga tak sengaja diperijinkan mendengar cerita tentangmu yang kini telah berdua.
Tapi kuharap, sesal itu tak seperti rel yang mengiringi kemanapun roda-rodaku pergi. Aku ingin memindahkan perasaan ini pelan-pelan. Ke perempuan yang tepat tentunya. Melalui kamu, aku tahu cara menjaga hati. Melalu kamu aku pun tahu bagaimana rasanya sebuah ‘penyesalan’. Jika telah datang nanti perempuan istimewaku, takkan kulakukan pengulangan perlakuan.

Kini langkah kaki dan logika sepemikiran ingin melaju ke depan. Sementara kamu, tetap indahlah dalam kenangan. Sebagai sesuatu yang selama ini sudah banyak memberikan pelajaran. Sedangkan aku, mencoba memulai kembali dari sepanjang perjalanan yang sudah terlewati.
Di penghujung jalan nanti, semoga tidak akan ada kesalahan kedua. Semoga tidak akan kuakhiri lagi segala usaha dan air mata dengan begitu sia-sia. Semoga tidak akan ada lagi senyuman manis yang menjadi korban. Sebab satu penyesalan lamban untuk lenyap, sedangkan seribu pengalaman tak akan juga cukup.

posted from Bloggeroid

Rabu, 03 April 2013

terHENTI

Pada pertukaran rasa yang tak seimbang, aku menaruh bimbang. Ketika meneruskan hanyalah berarti menambah perih pada luka lainnya, dan berhenti juga tak menyembuhkan apa-apa. Menaruh harap pada waktu yang akan menjawab, mungkin saja percuma; sebab hatimu sudah ada pemiliknya.
Sedangkan aku, hanya tamu yang  diundang pada sedikit kesempatan saja. Belum genap memiliki, tapi hati ini seperti dipaksa berhenti mencintai. Harapan sudah mencapai menara tertinggi, tapi terjatuh karena tahu kau sudah ada yang memiliki.
Kornea seperti tercelik pada realita. Tadinya pinta bergegas menyapa pencipta agar lekas menyatukan kita. Tapi doa-doa itu menabrak dinding negri utopia, menyadarkanku bahwa seharusnya angan-angan berhenti disini saja agar tak menyakiti sesiapa. Andai pertemuan kita tak berbentur pada garis segitiga yang menyatukan aku, kamu, lalu dia pada sudut-sudutnya. Pada ketiba-tibaan datangnya sebuah rasa, aku memupuk asa. Seakan tidak peduli, bahwa bagian kosong di hatimu sudah ada yang menduduki.
Juga tak ingin ambil pusing dengan kenyataan yang mengharuskan kita berada pada jalannya masing-masing. Mungkin sebenarnya ada garis tak kasat mata yang menghalangi agar aku tidak melangkah lebih jauh lagi. Namun aku memilih untuk berpura-pura tidak menyadari keberadaanya.

posted from Bloggeroid

Sabtu, 30 Maret 2013

perTEMUan yang SALAH

Awalnya rindu, tapi tak sedikitpun kabar tentangmu mampir ke telingaku. Bagaimana tidak rindu? Nyaris tujuh hari dalam seminggu, sepasang mata ini melihat sosoknya berhadapan di ruang temu. Aku menyingkirkan gengsi yang sudah sedari tadi bilang permisi, karena aku memikirkan hati. Jadi secepat tupai melompat aku mencari ke setiap tempat terdekat dimana aku bisa menemukanmu tiba-tiba lewat.

Perlahan-lahan mata pun mencari objeknya. Tapi ia lupa, justru disitulah terlahir luka. Jari beraksi seperti taksi membawa aku ketempat dimana segala kata dalam percakapanmu terasa istimewa buatnya. Mata pun jadi saksi, kini posisiku mulai terganti. Dari yang ada hadirnya terasa, kini menghilang dalam setiap ruang. Seketika kecewa mengudara, terjadilah unjuk rasa. Aku tau segalanya akan berujung pada sakit hati. Seandainya bisa meredam mata dan jemari untuk tak mulai mencari.Tapi sepertinya jika soal dirinya, mata dan jemari punya seribu kaki untuk berlari mencari.

Buat apa menemukan, jika luka yang kau temukan. Buat apa mencari jika sesampainya disana kau hanya bisa gigit jari meratapi? Buat apa bertemu kalau yang kau lihat hanya tubuhnya saja? Mungkin, segala sifat dan jiwanya terbang diculik makhluk luar angkasa. Seandainya bisa memesan kau yang dulu pada Tuhan. Karena bertemu bukan solusi untuk mematikan rindu.

posted from Bloggeroid

Kamis, 28 Maret 2013

Jawaban itu disekitar kita

“Ketika kamu memikirkan sesuatu, cari jawabannya di sekitarmu.”


and this one,Kadang jawaban atas apa yang kita pikirkan itu bertebaran, hanya kita saja yang kadang pura-pura tutup mata belum menemukan. Sama dengan pemikiran yang dihadapi kepala ini dari tadi. Kadang pesimis menyelinap berkali-kali menyamar jadi sesuatu yang tak kita kenali. Kadang tak percaya diri juga awal dari kekalahan diri untuk berdiri.
Muncul sendiri, tanpa permisi tapi sebenarnya bisa diatasi dengan kendali diri. Saya belakangan ini gak ngerti arah tujuan. Belakangan ini merasa cuma ikut alur doang. Belakangan ini seperti nyerah duluan sebelum kenal permasalahan.
Padahal, masalah itu ada untuk diselesaikan. Bukan diajak lari-larian lalu berusaha tidak memikirkan.
Beberapa kutipan diatas gak sengaja saya temukan, lalu saya langsung ngerti segala maksud tujuan belakangan ini uring-uringan. Saya percaya, Tuhan menitipkan sesuatu yang istimewa dalam diri kita semua. Ada kekuatan untuk mengatasi masalah, bukan kekuatan untuk menyerah. Meskipun belum terpikirkan bagaimana caranya, tapi yang penting hanya percaya dan usaha.
Apa yang kita pikirkan hanya sebatas pikiran manusia biasa. Tapi jika mengandalkan Tuhan dan percaya pada diri sendiri pasti kita akan melewati ujian-ujian ini.I believe in my self and God. Yes! :’)

posted from Bloggeroid

Senin, 25 Maret 2013

SEPI

Sepi adalah ramaimu yang mendadak pergi.

Sepi adalah tempat dimana aku tanpamu menepi.

Sepi adalah tujuh hari tanpa langkah kakimu menghampiri.

Sepi adalah melepaskan setiap memori tentangmu dari kepala ini.

Sepi adalah gema hati yang memberisikan diri, meronta-ronta agar kau jangan pergi.

Sepi adalah bagian molekul hati yang melepaskan diri mencari pengganti.

Sepi adalah tak ada ponsel berbunyi pertanda kau tak menelepon dini hari.

Sepi adalah ketika ia tiba bukan denganku tapi dengan perempuannya.

Sepi adalah makanan paling hambar yang pernah kucicipi.Sepi adalah ketika dalam hatimu aku sudah terganti.

Sepi adalah lama, tanpa, dan hampa.

Aku tak ingin merasakannya.

posted from Bloggeroid

Rabu, 06 Maret 2013

I Find You

Kini, hati sudah tak terpenjara oleh luka. Pemasok luka bertukar kerja dengan pemasok bahagia. Tak ada yang terlalu lama untuk mempertahankan, tak ada juga yang terlalu cepat untuk melepaskan. Karena waktulah yang menentukan ketepatan. Jika kini aku sudah bisa melepas, mungkin Tuhan sudah menyiapkan seorang yang pas. Mungkin kamu orangnya, mungkin kamu pemegang kunci hatiku yang baru dan mungkin kamu calon pemilik hatiku. Aku tidak sedang menerka-nerka, tapi sedang melahirkan cinta agar terbiasa. Seperti senyuman yang nantinya akan kau sponsorkan. Seperti ada seribu kupu-kupu di dalam perutku ketika mata kita beradu. Mungkin seperti itu.



Mulanya aku sulit untuk menerima, sebab batin terlanjur luntur rasa percayanya pada cinta. Aku takut untuk mulai membuka hati, namun lebih takut lagi jika kelak tak terobati lagi luka ini. Lalu kamu datang. Seperti kunang-kunang benderang ketika gelap malam menjelang. Kamu begitu sabar mengetuk pintu di dada. Seperti memanggil cinta itu dari tiada menjadi ada. Sungguh hangat terasa, ketika adamu melipur lara. Semoga ini bukan untuk sementara, yang aku ingin ini tak ada habisnya. Pada awalnya aku takut jatuh dan sama sekali tidak menemukan tangan untuk kurengkuh. Aku takut menggantungkan perasaan, namun malah berakhir dengan bertepuk sebelah tangan. Aku takut menitipkan hati lalu kemudian justru tersakiti. Namun di saat aku benar-benar menunggu datangnya kebahagiaan, kamu didatangkan oleh Tuhan. Mungkin karena itulah aku kemudian menetapkan kamu, semoga rasa kita kelak akan saling temu.



Mencintai kadang memang harus menunggu. Menunggu seseorang yang tepat, menunggu jalan terbuka agar tak tersesat, menunggu waktu yang seringkali mengajak debat. Sebelumnya mungkin ada luka yang tak kasat mata di dalam dada. Aku pun sempat kehilangan rasa percaya bahwa hati ini juga berhak bahagia. Sampai akhirnya sosokmu datang di duniaku, semesta pikiranku. Dirimu bukanlah sosok sempurna yang memiliki segala. Kau itu satu yang Tuhan hadirkan untukku, yang membuatku percaya bahwa dicintai bukan lagi hal yang semu.



Biarlah lewat kamu, cinta bisa bekerja tanpa diganggu.
Biarlah lewat aku, cinta bisa mengembalikan percaya yang telah layu. Biarlah lewat kita, cinta bisa menceritakan keahliannya. Biarlah lewat cinta, kita bisa sama-sama menggandakan bahagia. Biarlah segala rasa yang sedang mengantri tuk dicicipi menjadi saksi, bahwa kita memang ditakdirkan saling mencintai. Aku ingin pada kita cinta menjadi poros utama. Kemanapun menuju, akulah tujuanmu. Kemanapun kamu melangkah, ada aku di sisimu. Seberapa lama pun waktu akhirnya, semoga semesta memang menjodohkan kita dan luka takkan mendahului gerakan cinta untuk sampai ke tempat kita.


Banyak harapan kutitipkan pada Tuhan. Agar kita kelak mampu terus bertahan, seberat apapun cobaan yang datang di hadapan. Sebagian aku ada padamu, maka jagalah sepenuh hatimu. Sebagian kamu ada padaku dan percayalah, aku hanya berencana membagi bahagia ini denganmu. Kepada segala limpahan cinta yang datang seketika, ada hatiku yang tak akan mampu melepasnya. Tetaplah menjadi ‘kita’, jangan ada niat memisah. Tetaplah menjadi ‘kita’, buktikan padaku yang seperti apa yang kausebut dengan cinta. Tetaplah menjadi ‘kita’ dan tunjukkan pada dunia bagaimana pada akhirnya kita sanggup bahagia. Tetaplah menjadi ‘kita’ dan pada masing-masing, kita pelihara apa yang semestinya kita jaga.


Hatiku mungkin pernah patah. Langkahku tak jarang goyah dan kehilangan arah. Mencari jawaban di tengah hati yang hampa hanya menghasilkan bingung berkepanjangan. Rasanya seperti mencari gelap di tengah malam, lalu hanya kosong yang kutemukan. Kau mungkin tak sadar kalau hadirmu adalah penerang, yang menjelaskan pandanganku tentang gelap dan hitam, yang menuntunku pada satu jalan untuk menemukan jawaban, yang menunjukkan padaku kalau cinta itu mampu menyembuhkan. Aku ada untukmu, kau tercipta untuk melengkapkan aku. Dalam kebersamaan kita kebenaran cinta kurasa nyata. Kini biar Tuhan yang menentukan cerita dan kita yang menjaga ‘kita’.


Semoga cinta kita tak seperti segitiga bentuknya, yang menyelipkan sudut baru untuk dibagi cintanya. Tapi aku mau seperti lingkaran. Cinta berada di tengah mengedarkan, lalu kita berjalan pada garis yang tak terputuskan. Aku masih amatiran, biarkan hanya denganmu cinta mahir dijalankan. Lihatlah, cinta sudah melebihi sekarung gula. Betapa manis dan magisnya, ia menyihir aku yang terlalu bahagia menjelaskan rasa yang tiba-tiba ada. Ya namanya cinta, mengalirkan rasa sederhana dan segera menghadirkan sejuta cerita tentang kita.


Terima kasih untuk sebuah adamu yang mampu menuliskan cerita-cerita baru. Hati sepertinya tahu bagaimana bekerja seperti peta. Di perempatan waktu, dengan doa aku menunggu. Kepada satu-satunya tujuan rasaku, kuhadiahkan cinta ini untukmu. Semoga bagimu, akulah titik di kejauhan yang telah selesai kamu kejar, yang akan selalu membuat hatimu berdebar. Dan semoga bagiku, kamulah akhir yang tak pernah akan berakhir.

posted from Bloggeroid

Rabu, 27 Februari 2013

NYARIS


Aku pernah bahagia karena kita.

Aku pernah bahagia saat sayang bukan lagi sekadar kata-kata. Bahkan kita, pernah bahagia saat sedang menjalin rasa yang mereka sebut dengan cinta. Tentang menjadi alasan mengapa di hari yang buruk kita masih bisa bertukar senyum, tentang menjadi satu-satunya nama yang terucap sesaat sebelum mata memejam. Itulah kita, pada mulanya tercipta dan mungkin masih ada kenangan tersisa, maka itu masih kuingat walaupun cukup menyiksa.

Dulu, cinta seperti tamu agung yang selalu kita sanjung. Aroma asmara mengajakku merapihkan hati dan memberikan ruang untuk kau tempati. Percakapan dan pertemuan seperti barang berharga yang tidak bisa ditemui di pasaran. Hanya denganmu aku temukan kenyamanan dan perasaan-perasaan langka. Aku bahagia dengan cinta yang sederhana. Dengan dunia khayal bahwa nantinya cinta kita akan kekal. Aku dan kamu tanpa aral.

Sedikit demi sedikit aku mengumpulkan mimpi-mimpi tentang kita di masa depan. Aku tersenyum lebar walau segalanya belum menjadi kenyataan. Kamu mulai hadir menjadi alasan di balik segenap senyuman. Kini aku tahu, kali ini kita sudah saling menemukan. Aku hitung satu per satu, rasanya nyaris semua sudah kulakukan untukmu. Aku hitung satu per satu, rasanya mustahil ada alasan yang cukup kuat untuk mencegah kita tidak bersatu. Ya, kukira begitu. Namun, harapan dan kenyataan terkadang enggan sejalan. Aku dan kamu yang kukira pada mulanya sama-sama saling ingin menjadi sebuah ‘kita’ ternyata hanya wacana. Kisah klasik yang tak kesampaian, yang bingung kapan berawal, tapi tiba-tiba sudah sampai di ujungnya.

Tanya laris berbaris manis dalam kepala. Salahkah jika aku hanya ingin meminta lebih banyak kita? Salahkah jika aku kecewa begini ujungnya?

Aku selalu menjadikanmu prioritas teratas. Dan kamu selalu membuka ruang-ruang tanpa batas. Tak ada alasan rasanya untuk kita saling melepas. Tapi mengapa ‘kita’ mengabur? Melebur jadi kepingan yang perlahan nantinya akan hancur. Bukan cintakan yang luntur? Atau kita salah bergerak mundur?

Aku ingin pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dengan jujur.

Ternyata segalanya hanya nampak seperti cinta, tanpa pernah sedikit pun akan menjadi nyata. Sekarang aku mengerti rasanya terbang terlalu tinggi, lalu dihempaskan begitu saja tanpa tambahan waktu agar lebih mampu menghadapi. Segala sakit hati ini masih saja kuanggap seperti mimpi, sementara berlaksa maaf akan selalu tersedia untuk kamu. Di sini aku masih menanti, janji-janji yang katamu akan ditepati.

Kita yang dulu saling mendekat, sekarang menjaga agar tak melewati sekat. Kukira tujuan akhir kita sama, namun di pertengahan jalan menuju kepastian, kamu putar balik arah. Kamu seperti lelah bersamaku melangkah. Padahal jika bukan denganmu, selalu ada alasan untuk cepat menyerah. Lalu kini, aku bingung harus bagaimana. Kamu yang dulu sedekat jengkal, kini malah pintar menyangkal.

Setelah kepala berputar dengan tanya dan tak menemukan alasan pastinya, mata ditunjukkan oleh semesta bahwa kita salah menilai cinta. Ternyata, hatiku hanyalah ruang tunggu untukmu. Setelah perlahan sembuh, kau cari yang baru untuk berlabuh. Ternyata rumahmu itu bukan aku, tapi dia yang kini berdampingan denganmu. Pecahlah hatiku jadi seribu ketika telinga diserbu kabar itu. Ternyata kita memang digariskan untuk tak sampai menjadi ‘kita’. Kita bukan untuk bersama, tidak juga untuk berbagi bahagia yang masing-masing sedang kita bawa. Ternyata kita hanya sampai sedekat kata.

Mungkin memang ada beberapa cinta yang harus tetap disimpan, tidak untuk disatukan.

Kamulah kebahagiaan yang sudah ada di depan mata, sudah ada dalam genggaman tangan, namun akhirnya luput juga. Akulah yang selalu memimpikan, mengharapkan, lalu kini seperti ditinggalkan tanpa benar-benar pernah bersama. Ternyata sejuta hari yang kita lalui tak berarti apa-apa, sesaat setelah kamu hilang membawa asa.

Tapi tidak apa-apa. Aku bisa menerima. Begitu kan cinta seharusnya? Meski tak bersama, bukannya kita tak bisa bahagia. Tidak ada yang sia-sia. Kita seperti pecahan yang di cocokan, kemudian berpecah menemukan pasangan lainnya. Siklus itu akan selalu berputar terus sampai semesta menyerah pada arus. Dan pada akhirnya, meski kita tidak untuk bersama semoga saja bahagia sedang mengarah pada kita, dan datang secepatnya.

Untukmu, bahagiamu. Untukku, bahagiaku.

Mungkin memang seharusnya berjalan seperti itu. Aku yakin ini semua telah digariskan. Tak mungkin Tuhan tak merencanakan. Biarkan kita nikmati saat-saat terpuruk, sebab bahagia yang lebih banyak pasti sedang menunggu kita jemput.

Selasa, 26 Februari 2013

Rumus KEKEKALAN RASA

Cinta bukan pelajaran kimia. Aku tak punya rumus pastinya. Aku pun tak punya formula apa-apa untuk melahirkan rasa. Pilihan tak pernah dijatuhkan, tahu-tahu setiap melihatmu meronalah pipiku. Tahu-tahu kamu menjadi pusat pemasok senyuman dan kebahagiaan. Darimanakah rasa itu lahir? Aku pun tak tahu.


Tetiba hadir, tetiba mengalir, dan lalu sulit bergulir.Tapi aku mengerti soal hukum kekekalan rasa. Tadinya aku juga tidak percaya. Tapi begini bunyinya kira-kira setelah aku benar-benar merasakannya,

“Sejauh apapun hati menyerah, ia selalu pulang ke satu rumah. Kita punya satu objek yang selalu layak diberi kekekalan rasa. Objek itulah rumahnya. Meskipun sekuat tenaga kau menghentikannya, cinta lebih kuat dari yang kau kira.”Itulah kekekalan rasa.

Takkan bisa berganti ke objek lain selain dirinya.Kekekalan rasa hanya berlaku bagi mereka yang benar-benar percaya akan cinta. Karena takdir bukanlah kemana pilihanmu jatuh terakhir. Tapi ketika hatimu merasa bahwa dialah satu-satunya. Bahkan setelah jarak memisahkan, setelah berganti pasangan, tapi hatimu akan selalu berbalik ke orang itu. Meskipun hubungannya telah berakhir, perasaanmu akan selalu mengalir. 

posted from Bloggeroid

SIA SIA

Mereka bilang ribuan hal terbuang sia-sia ketika hatiku mulai memperioritaskanmu. Tanya mereka mengudara.

“Untuk apa?”

“Lalu kamu dapat apa?”

Tatapan-tatapan sinis mengusirku untuk pergi mengeluarkan tangis. Kini aku dihujani kata-kata yang membuatku seperti dilempari batu bata. Posisi terlemah mampu membuat diriku terlihat jadi yang paling salah.

Sia-sia? Lagi-lagi dua kata kembar itu menyambar, seketika rasanya hambar. Tapi hati mencoba tetap tegar dan kokoh seperti pilar.

Sia-sia? Mereka tahu apa? Hatiku yang memperjuangkan ini itu. Mengapa tiba-tiba mereka jadi merasa yang paling tahu?

Menurutku, kesia-siaan itu justru lahir di detik pertama jika aku mendengarkan mentah-mentah kata mereka. Karena aku rela melakukannya. Rela pun didasari lapisan termanis bernama cinta. Jadi persetanlah dengan segala kata sia-sia. Musnahlah dari surga dan dunia.Karena aku yang merasa, bukan mereka.

Tutuplah telinga dan juga mata, sia-sia hanya berlaku bagi mereka yang suka memposisikan diri jadi korban cinta yang paling terluka.
posted from Bloggeroid

Senin, 25 Februari 2013

Hai, i'm your secret admire

Ada yang masih kulakukan secara sembunyi-sembunyi. Ada yang sedang mengharapkan sesuatu yang ketiadaannya masih sanggup dimengerti. Ada sewujud doa yang kuungkap setiap mengawali pagi, untuk ia yang belum juga tahu tentang apa yang kulakukan setiap hari, di sini. Ada yang kesulitan mengatur debar napas, seusai segaris bibirmu mengembang bebas.Sebutlah aku pengaggummu.Entah sampai kapan namaku tak kuucapkan. Entah sampai kapan aku sebagai sosok transparan yang memelukmu dengan doa dan harapan. Entah sampai kapan rasa ini tak terutarakan. Entah sampai kapan aku harus menyimpan perasaan yang tak beralaskan alasan. Rasanya dengan ketidaktahuanmu tentang pengetahuanku tentangmu lebih baik untuk sementara waktu.Bukan aku sama sekali tidak sedang mengharapkan, namun hanya berusaha memaklumi segala keterbatasan-keterbatasan. Bukan aku tidak ingin turut dirindukan, namun hanya menghindari hati ini dari kemungkinan dikecewakan. Karena hanya dengan melihatmu, sepertinya cukup untuk membantu menenangkan selaksa rindu yang sudah sejak lama menunggu.Mungkin seluruh penjuru pikirmu meragu tentang seberapa besar perasaanku, tapi sungguh ini bukan sebatas rasa penasaranku. Takkan kupanjatkan doa, jika kamu tak istimewa.

Mungkin menurutmu aku pengecut, tapi waktu yang tepat hanya belum menjemput. Dari sisi yang sama sekali tidak terlihat, aku senang memandangimu sebagai suatu ciptaan yang sejak awal sudah indah terpahat. Biarkan aku mengagumimu sekuat yang aku mampu, biarkan aku mengagumimu selama yang aku mungkin. Tak perlu pedulikan sebesar apa rasa yang semestinya kaubalas, tak perlu acuhkan harus sampai sebatas apa kita hingga mampu membuatku puas.Karena apapun perlakuanmu, tidak akan mengubahkan aku.

Nampaknya aku terlalu malu menunjukkan perbuatanku yang diikuti ‘selalu’. Mungkin aku takut ketika suatu waktu kamu tahu, lalu seluruh perasaanku terhenti karena kamu berlalu. Menunggu hanya satu-satunya aksi statis yang menurutku begitu manis. Karena menunggu perlu kesabaran untuk mempertahankan percaya dan mengusir ragu. 

Aku mungkin hanya terlalu siap untuk menerima bahwa kita bukanlah untuk menjadi nyata. Maka aku akan sembunyikan rasa yang ada selama yang aku bisa. Meski memang selalu ada keinginan semoga kita diciptakan untuk saling menemukan, namun aku sadar tak perlu berharap pada sebuah ketidakmungkinan. Untuk rindu-rindu yang akhirnya berlarian menujumu saat tatap mata kita bertemu, aku menyelipkan sekecil doa di situ.

Aku mengagumimu tanpa suara, mungkin dalam menenangkan rindu harus dengan cara yang sama. Meski tanpa isi hati yang bersuara, aku bukannya seorang penipu rasa. Tapi mungkin aku telah dihadiahi porsi mengagumi dengan cara tersembunyi.

Mungkin cinta lebih baik tersimpan dibalik saku Tuhan, hati yang semakin jatuh perlahan dan kamu yang dipenuhi ketidaktahuan. Mencinta itu sederhana ketika kekuatiran lelah jadi prioritas kita.Jangan pernah berpikir aku lelah dengan cerita rahasia ini, karena sungguh aku menikmati peran ini. Mengagumi adalah hal yang masih bisa kulakukan.
Tak ingin bicara soal ketetapan, tapi selama bahagia masih berdatangan seluruh cerita tinggal Tuhan yang melanjutkan. Semoga, pengaggum rahasia diperbolehkan bahagia saat Tuhan menghadiahi “kita”.
posted from Bloggeroid

Minggu, 24 Februari 2013

KAU yang TAk MUNGKIN

Entah turun dari siapa rasa paling teristimewa sedunia. Tiba-tiba begitu saja menyelinap dalam kita. Sejak detik pertama segalanya bermula, aku tak pernah berpikir rasa ini akan berakhir. Entah siapa yang memulai pertama. Entah aku. Entah kamu. Yang kutahu, tiba-tiba debar sudah menyebar. Hatiku jatuh padamu tanpa sadar. Namun hatimu seperti mengunciku di luar pagar. Tidak benar-benar mengizinkan masuk, memintaku terus menunggu di luar. Katamu, hati itu nampak kosong untuk sekian lama. Katamu, otak hampir saja lupa tentang bagaimana wujud cinta. Jauh, di lubuk hati yang hanya bisa membisu, aku ingin namaku untuk bisa terukir di sana.

Meski aku tahu, jatuh cinta kepadamu memang penuh resiko. Resiko untuk terbang terlalu tinggi dengan sayap rapuh yang kau pinjami, lalu dengan atau tanpa kamu sadari kau jatuhkan lagi aku ke bumi. Ini memang terlalu tinggi, tapi ternyata sakitnya berlipat kali jika kamulah objek utama dibalik semua ini.Lebih baik jangan membalas senyumku, jika sebetulnya hatimu tak mau. karena bagaimanapun juga, hati ini pernah merasa bahwa kamu pun mengharapkan kita bersama. Walaupun nyatanya, sedetik setelah harapan datang, ada kecewa yang menyusul dari belakang. Setelah rentetan bahagia itu berlalu bersama sang waktu, kini kudapati kamu bersanding dengan cinta yang baru.

Tentang bagian cerita mesra yang kita punya, sekarang bagimu sudah tak berarti apa-apa. Mungkin aku begitu bodoh hingga mengira kita akan berjodoh. Tak tahu rupanya dengan sel-sel ekspektasi dalam kepala ini membuat hatiku perlahan-lahan roboh. Pada akhirnya, kita seperti mengakhiri apa yang belum sempat kita awali. Dan ternyata, awal yang lain datang begitu cepat untukmu dan dia. Sedangkan aku, masih tetap di sini. Membiarkan diriku sendiri terbanjiri sepi. Membiarkan hitam mataku kini rindu ditatap hitam matamu. Tentang menatap dengan malu-malu, memulai percakapan dengan suara bergetar, degup jantung yang tak sesantai biasanya, ya, itu yang kurasa ketika kita bersama. Lalu berubah menjadi airmata, saat kamu berkata itulah yang kamu rasa di antara hari-hari bersamanya.Memangnya jika kutampakkan airmata, kau akan meninggalkan dia? Memangnya jika kamu tahu tentang senyuman pura-pura bahwa aku mengaku rela melepasmu dengannya, kamu bisa berbalik ke arahku dan amnesia soal dia? Sayangnya, aku tak suka memaksa.

Cinta bisa hilang maknanya jika aku menyudutkanmu untuk bilang iya. Begitu banyak ketidaktahuanmu tentangku, tapi berkalipun kau menyakitku. Aku tak bisa berbalik seperti itu. Karna kamulah ketetapanku. Pernahkah kamu, untuk sebentar saja, menyesal telah memilih dia daripada aku? Pernahkah kamu, untuk sekali saja, mengangankan aku menggantikan ia di sisimu? Jika aku terlalu lugu untuk mengatakan ini cinta, lalu mengapa hanya untukmu doa ini terus meminta? Namun tak mungkin kita dipertemukan Tuhan tanpa rencana. Seperti halnya tak mungkin Tuhan tidak berencana memisahkan, walaupun kita belum pernah bersama. Kata ‘jatuh’ pada ‘jatuh cinta’ mungkin saja merupakan peringatan awal. Sehingga hatiku mestinya benar-benar siap akan ‘jatuh’ dan tak boleh menyesal.

Jika bukan karena janji sejak awal untuk bahagia dengan pilihanmu, mungkin tak akan kubiarkan mulut ini untuk tetap membisu. Jika ada satu hal dalam diri ini yang membuatku merasa pantas, tak mungkin kamu kulepas. Jika bukan sebagai kekasih, mestinya ada peran lain yang lebih baik untuk kita lakoni. Seharusnya, masing-masing kita akan menemukan bahagia, walau bukan dengan bersama. Hanya kamu ketetapan hatiku selalu memaafkan dan mencintaimu tanpa batasan. Hanya kepadamulah segala gengsi bisa turun sendiri. Lagi-lagi aku yang pertama memulai “Hai” dalam percakapan kita. Lagi-lagi aku yang memukuli kepala sendiri ketika kecewa menyerangku bertubi-tubi karena ekspektasi terlalu tinggi. Lagi-lagi tak ada alasan untuk membenci meskipun luka ini aku yang menjalaninya sendiri. Lagi-lagi aku yang berjuang sendiri untuk pergi, meskipun berulang kali sosokmu tak henti menghampiri.

Entah apa isi doamu pada Tuhan setiap malam, sehingga dengan mudahnya kamu selalu kuberi maaf. Padahal goresan di hati belum sempat sembuh, namun kemudian kamu membuat goresan baru dengan luka melepuh. Percuma sebetulnya menumpahkan semua salah hanya padamu. Seolah harapan yang kurajut satu demi satu setiap debar kita bertemu adalah bukan bagian kesalahanku. Aku tahu, harapanku selalu bebas tumbuh, sebebas arah perahu layarmu menentukan arah berlabuh. Sayangnya bukan di dermagaku pilihan perahumu mengistirahatkan diri. Ah, jika memang manusia diciptakan berpasangan, mengapa tidak sejak semula kita dipasangkan? Adalah aku dengan segala rasa sakit yang aku nikmati sendiri. Bermula dari pernah berharap bahwa aku yang akan kaujadikan rumah. Lalu dari setiap kebetulan-kebetulan tentang kita, aku selalu berusaha mencari celah. Berdoa mungkin saja aku dan kamu sudah dituliskan untuk bersatu. Nyatanya, jalan kita tak pernah menemukan titik temu. Kini, dengan berbekal segala jawab yang sudah sangat jelas, aku membuang segala harap dan bersiap untuk melepas.

Pergilah kamu, dengan kebahagiaan yang selama ini kaucari. Temukanlah rumah yang kauingini.Maaf jika segala perasaan ini hanya bisa terkunci dalam hati. Maaf jika telingamu belum sempat mendengar nama siapa yang selalu membuatku tersenyum lebar. Mungkin begini porsi bahagia yang nantinya akan kita nikmati. Maaf jika kamu terlalu menghiasi tiap rona pipi setiap kali harapan kau terbangkan dengan sangat tinggi. Dan, maaf jika aku sulit berpindah ke lain hati. Tapi, mungkin itulah cara semesta membuat hatiku dewasa. Kini, aku akan pergi melarutkan rasa. Semoga hatiku lupa caranya menyesal pernah terjatuh padamu. Semoga hatikupun lupa caranya pulang jika nanti datang saatnya meninggalkanmu. Semoga bibirku mudah mengingat bagaimana caranya tersenyum sebelum kamu yang menjadi alasannya. Semoga akal pikirku mudah memaafkan atas apa yang pernah kamu sebabkan. Pada akhirnya, semoga kamu menemukan bahagiamu yang paling membahagiakan dari ia yang berada di sampingmu.

Tuhan Maha Tahu, kepada siapa akhirnya lukaku berubah jadi cinta yang baru.
Untuk segala penyebab mata tetiba basah oleh rindu dan sendu, terima kasih banyak. Walau tidak mungkin aku untuk segera bangkit setelah terjatuh, aku tahu akan ada cinta di kemudian hari yang mampu membuatku luluh.
Mungkin bukan lagi tentang kamu, bukan lagi tentang masa lalu. Karena seharusnya, segala tentang kamu, sudah terselesaikan. Di titik di mana aku pernah meneteskan airmata, di situ aku melepaskan kenangan-kenangan tentang kita.
Selamat berbahagia, kamu. Semangat mencari bahagi,aku.
posted from Bloggeroid

Sabtu, 16 Februari 2013

KENAPA CINTA?

ga penting sih ngebahas ini tp jadi gatal nulis gr2 ngliat orang ga ngerti soal cinta.

kenapa cinta? kenapa ya,. karena hidup ini ga lepas dari cinta, kecintaan,. cinta murni soal perasaan,. ga ada rumus baku soal perasaan,. cuma logika yang ngebentuk dan ngedeskripsiin cinta. tiap orang akan mengartikan cinta, sesuai logika masing - masing.

jadi jangan pernah nyalahin cinta.. salahkan logika masing - masing yang menganggap apa itu cinta cinta juga seringkali diperalat untuk pemenuhan keinginan,. alasan untuk tujuan2 tertentu,. dan akhirnya menyesali cinta padahal, cinta ga pernah berbuat apa - apa,. dia cuma jadi bagian dari dasar hati tiap manusia.

oke, sekarang masuk ke inti notes,. kenapa cinta? karena cinta dideskripsiin oleh logika masing2,. berikut berbagai deskripsi cinta yang muncul dari logika pribadi:

1. cinta monyet
bibit cinta muda. muncul saat anak beranjak remaja,. sejalan dengan berkembangnya fungsi2 organ genital dan hormon, (sok tau bgt, biologi bukan bidang gw) mulai muncul rasa ketertarikan dengan lawan jenis, intinya cinta monyet adalah sekedar pemenuhan rasa ingin tau terhadap lawan jenis,.

2. cinta posesif
ini tipe cinta yang paling umum yang dimiliki manusia cinta yang disertai keinginan untuk memiliki, menguasai, bla bla campur tangan ego masih terasa sangat kental disini,. cinta dominan atas nama ‘gue’. cinta posesif yang ideal ialah atas nama ‘kita’ ego akan buruk jika cinta ga direspon sesuai keinginan cinta akan selalu meminta, menuntut,. sensitif dengan berbagai bentuk kekurangan,. sangat konsumtif,. yaa, kadarnya bisa besar, bisa kecil,.

3. cinta …….. (tolong bantu beri nama untuk yang ini)
cinta ini jarang banget ditemuin. dan akan terlihat sangat bodoh kalau hanya dinilai dari luarnya. susah dimengerti, dan kadang menyesatkan intinya, cinta ini selalu berusaha untuk memberi, dia akan senang menerima, tapi ga berharap buat itu ga menuntut, ga meminta,. karena hanya atas nama ‘kamu’ cukup jika pemberiannya bermanfaat. itu tujuannya

4. cinta inti
cinta yang asli ialah penghambaan artinya perelaan diri sepenuhnya kepada yang dicinta,. cinta tanpa campur tangan logika. apalagi ego,. pelepasan atas kepemilikan diri sendiri, sepenuhnya menjadi hak yang dicinta mustahil? hampir mustahil iya,.

seumur peradaban manusia, hanya ada beberapa puluh orang yang bisa mencapai cinta yang jelas, para Rasul2 Tuhan.. itu pasti. sidartha gautama? mahatma ghandi? wah ga tau ya,. tapi mereka orang hebat,.

jadi kalau ada yang nemu masalah karena cinta atau bahkan selalu bermasalah dengan cinta malah lebih banyak masalah gara2 cinta (tuh kan nyalahin cinta lagi) yaa, cukup introspeksi diri,. koreksi logika masing - masing ubah definisi cinta,. karena apa, untuk apa, gimana caranya,. kalau ga bisa, ya kehidupan cinta bakal gitu2 aja dan jangan salahkan cinta, sekali lagi salahkan diri sendiri,. karena ga ngerti apa itu cinta
posted from Bloggeroid

Kamis, 14 Februari 2013

Siapa aku

Pernahkan kalian tau bahwa di setiap raut wajah orang yg slalu tenang tersimpan suatu rHasia yg tak pernah kalian tau.
Rahasia yang bs menjadi sangat menyedihkan atau mungkin sangat menyenangkan.
Bg sebagian orang sangat menginginkan ekspresi seperti itu.
Tp bg ku tidak
Itu tak nyaman
Orang melihatku seperti orng yg tak pernah ada masalah
Tak ada beban
Atau tak peduli
Tp pernah kah sedikit saja coba memahami
Terkadang tak semua harus diekspresikan berlebihan
Tak semua harus kalian tau
Atau
Saat kalian tau
Apa yg kalian perbuat?
Mencemooh? Atau cb menjadi bijak sana dngn memberi nasihat
Bukan mau ku seperti ini
Tp ya sudahlah aq cm bs meng iklaskan
Mencari setitik kebahagian menurut defenisiku sendiri
Dan menenggelamkan masalah juga dengan cara ku sendiri
Jngn usik dan jangan ganggu
Kalian tak pernah tau SIAPA AKU

posted from Bloggeroid