Mereka bilang ribuan hal terbuang sia-sia ketika hatiku mulai memperioritaskanmu. Tanya mereka mengudara.
“Untuk apa?”
“Lalu kamu dapat apa?”
Tatapan-tatapan sinis mengusirku untuk pergi mengeluarkan tangis. Kini aku dihujani kata-kata yang membuatku seperti dilempari batu bata. Posisi terlemah mampu membuat diriku terlihat jadi yang paling salah.
Sia-sia? Lagi-lagi dua kata kembar itu menyambar, seketika rasanya hambar. Tapi hati mencoba tetap tegar dan kokoh seperti pilar.
Sia-sia? Mereka tahu apa? Hatiku yang memperjuangkan ini itu. Mengapa tiba-tiba mereka jadi merasa yang paling tahu?
Menurutku, kesia-siaan itu justru lahir di detik pertama jika aku mendengarkan mentah-mentah kata mereka. Karena aku rela melakukannya. Rela pun didasari lapisan termanis bernama cinta. Jadi persetanlah dengan segala kata sia-sia. Musnahlah dari surga dan dunia.Karena aku yang merasa, bukan mereka.
Tutuplah telinga dan juga mata, sia-sia hanya berlaku bagi mereka yang suka memposisikan diri jadi korban cinta yang paling terluka.
“Untuk apa?”
“Lalu kamu dapat apa?”
Tatapan-tatapan sinis mengusirku untuk pergi mengeluarkan tangis. Kini aku dihujani kata-kata yang membuatku seperti dilempari batu bata. Posisi terlemah mampu membuat diriku terlihat jadi yang paling salah.
Sia-sia? Lagi-lagi dua kata kembar itu menyambar, seketika rasanya hambar. Tapi hati mencoba tetap tegar dan kokoh seperti pilar.
Sia-sia? Mereka tahu apa? Hatiku yang memperjuangkan ini itu. Mengapa tiba-tiba mereka jadi merasa yang paling tahu?
Menurutku, kesia-siaan itu justru lahir di detik pertama jika aku mendengarkan mentah-mentah kata mereka. Karena aku rela melakukannya. Rela pun didasari lapisan termanis bernama cinta. Jadi persetanlah dengan segala kata sia-sia. Musnahlah dari surga dan dunia.Karena aku yang merasa, bukan mereka.
Tutuplah telinga dan juga mata, sia-sia hanya berlaku bagi mereka yang suka memposisikan diri jadi korban cinta yang paling terluka.
posted from Bloggeroid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar