Hanya dua kata, tapi mengganggu seisi kepala. Nyawa dari maknanya yang tak seberapa buatmu, begitu menggema di hatiku. Sederhana, malam itu aku bahagia mendengarnya. Terlepas hatimu sudah berpenghuni, untuk kali ini aku berusaha tidak peduli. Berkali-kali aku menghindari arenamu. Berkali-kali aku menjauh, tapi semakin tanganmu mengeratkan pegangan untuk tak melepaskan. Cinta ini seharum wangi kopi, tapi realita tercicip pahit sampai ke nadi. Kerakusanmu akan temu sebenarnya menyenangkan hatiku, tapi tak mengamankan kondisi hati.
Seberapa sering kamu menyelipkan namanya di sela-sela pertemuan kita?Sesering itulah aku terluka. Dan sesering itulah aku menguatkan hati, tanpa tahu hati sudah pecah dan tak bisa direkatkan lagi. Karena kamu adalah obat sekaligus pencipta luka sekaligus.
Kamu mencintai dia, aku mencintai kamu. Ada yang terlambat dan terasa terlalu cepat. Tentang kebetulan-kebetulan yang menggandeng kita untuk terus bersama, apakah tujuannya? Apakah tujuannya jika menghadirkan dia yang menjepit seluruh mimpi kita untuk berhenti di titik yang entah sementara atau selamanya. Terlambatkah untuk mencuri hatimu? Terlalu cepatkah untuk berhenti berharap bahwa suatu hari kamu bisa kumiliki? Jika waktu bisa berputar ke masa dimana kita hanya sepasang asing, mungkin tak ada yang akan bersaing. Dan mungkin kini kita bukan saling yang bersilang dan berpaling ke lain hati.
Berjelajahlah dulu, aku masih menunggu tanpa tau titik habisnya daya tahanku. Inginku tak ada, selain memilikimu yang masih berbentuk angan-angan. Semoga semesta mendengar isi hati yang semestinya diutarakan. Aku tahu, mereka sedang mendengarnya.