2.1. Tetanus
2.1.1. Definisi
Tetanus
adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani ditandai
dengan spasme otot yang periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan
menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin
merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Tetanus disebut
juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, ditemukan
toksin seperti strychnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang
diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan
mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. Spora
Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh
karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat
(Tetanus Neonatorum). (1)
2.1.2. Etiologi
Tetanus
disebabkan oleh bakteri gram positif yaitu Clostridium tetani. Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia danjuga
pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa
tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang
atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh
penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Pada
negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk
melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal
dengan nama tetanus neonatorum. (4)
2.1.3. Patogenesis
Tetanospasmin
adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan
saraf pusat, dengan cara :
a. Toksin
menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan
acetyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Karakteristik
spasme dari tetanus ( seperti strychnine ) terjadi karena toksin mengganggu
fungsi dari refleks sinaptik di spinal cord.
c. Kejang
pada tetanus disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside.
d. Beberapa
penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan
gejala: berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisitas, takikardi,
aritmia jantung, peninggian catecholamine dalam urine.
Kerja
dari tetanospamin analog dengan strychnine, dimana ia mengintervensi fungsi
dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi
terhadap batang otak. Kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang
menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter
sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling
sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya
menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis
dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas. (3)
Ada
dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin
diabsorbsi pada ujung saraf motorik melalui sumbu silindrik dibawa ke kornu
anterior susunan saraf pusat
2. Toksin
diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk kedalam susunan saraf pusat.
2.1.4. Patologi
Toksin
tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara
sentripetal atau secara retrogard mencapai sistem saraf pusat. Teori terbaru
berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen)
dan jaringan/sistem limfatik. (3)
2.1.5. Gejala Klinis
Masa
inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama, beberapa
minggu). Ada
tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:
1. Localized
tetanus ( Tetanus Lokal )
Pada lokal tetanus
dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka
terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari
tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam
beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.
Localized tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam
bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini
dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah.
Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Cephalic
tetanus
Cephalic tetanus adalah
bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1–2 hari, yang berasal
dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah muka dan
kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.
3. Generalized
tetanus (Tetanus umum)
Bentuk ini yang paling
banyak dikenal. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %),
yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan
otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala
lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus
(kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan
otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianosis,
asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi fraktur dan
pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi
begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi,
tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takikardi, penderita biasanya
meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.
4. Neonatal
tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C.
tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan.
Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak
steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani,
maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang
tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.
(9)
Karakteristik
dari tetanus :
1. Kejang
bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari. Setelah 10
hari kejang mulai berkurang frekuensinya.Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
2. Biasanya
didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian
timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme otot
masetter.
3. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (
opistotonus , nuchal rigidity )
4. Risus
sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut
mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
5. Gambaran
umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan eksistensi,
lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Karena kontraksi
otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin,
bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ). (7)
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis
tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat,
berupa:
1.
Gejala klinik : kejang tetanic, trismus, disfagia, risus sardonicus.
2.
Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3.
Kultur: C. tetani (+).
4.
Laboratorium : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria. (10)
2.1.7. Diagnosis Banding
Untuk
membedakan diagnosis banding dari tetanus tidak sulit dari pemeriksaan fisik,
laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan darah
rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan serum aldolase
sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi,
kekakuan otot-otot tubuh), risus sardonicus dan kesadaran yang tetap normal.
(18)
Penyakit
yang menyerupai gejala tetanus:
1.
Meningitis bakterialis
2.
Rabies
3.
Poliomyelitis
4.
Epilepsi
5.
Ensefalitis
6.
Keracunan strychnine
7.
Efek samping fenotiazin
8.
Abses peritonsiler(9)
2.1.8. Komplikasi
Komplikasi
pada tetanus yang sering dijumpai: laringospasme, kekakuan otot-otot pemapasan
atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektasis serta
kompresi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa
terjadi rhabdomyolisis dan renal failure. (6)
2.1.9. Penatalaksanaan
A.
Umum
Tujuan
terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,
mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemapasan sampai pulih. Dan tujuan
tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat
dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan luka, irigasi luka,
debridement
luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres
dengan H2O2, dalam hal ini penata laksanaan terhadap luka
tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian antibiotika. Sekitar luka
disuntik ATS.
2. Diet
cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan
menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi
untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen,
pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu.
5. Mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit. (10)
B.
Obat- obatan
1. Antibiotik
Diberikan
parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/12 jam
secara IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat
dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24
jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4
dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis
200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini
hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin
yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad
spektrum dapat dilakukan. (16)
2. Antitoksin
Antitoksin
dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U,
satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena
karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ",
yang mana ini dapat mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidak ada,
dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan,
dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari
antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan
secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit.
Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada
sebelah luar.
3. Tetanus
Toksoid
Pemberian
Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.
Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi
dasar terhadap tetanus selesai. (15)
Tabel 2.1. Petunjuk pencegahan tetanus pada keadaan luka
Riwayat imunisasi (dosis)
|
Luka bersih, kecil
|
Luka lainnya
|
||
Tetanus toksoid (TT)
|
Antitoksin
|
Tetanus toksoid (TT)
|
Antitoksin
|
|
Tidak diketahui
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
0-1
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
2
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak *
|
3 atau lebih
|
Tidak **
|
Tidak
|
Tidak **
|
Tidak
|
*: kecuali luka > 24 jam
**: kecuali bila imunisasi terakhir > 5tahun
4.
Antikonvulsan
Tabel 2.2. Jenis antikonvulsan
Jenis obat
|
Dosis
|
Efek samping
|
Diazepam
|
0,5-1,0 mg/kg
Berat badan/ 4 jam (IM)
|
Stupor, koma
|
Meprobamat
|
300-400 mg/ 4 jam (IM)
|
Tidak ada
|
Klorpromasin
|
25-75 mg/ 4 jam (IM)
|
Hipotensi
|
Fenobarbital
|
50-100 mg/ 4 jam (IM)
|
Depresi pernapasan
|
2.1.10.
Pencegahan
Seorang penderita
yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia mempunyai
kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti
orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada
penderita setelah ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh
tidak sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin
sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi
yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk
merangsang pembentukan kekebalan). (11)
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural
imunitas. Hal ini diketahui sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia.
Mungkin organisme yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity
dari toksin. Ini diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum
seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya
peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary
imune response pada beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus
toksoid untuk pertama kali.
Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin
dapat menjelaskan mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya
terjadi pada beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak
terlaksana dengan baik.
Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan
tetanus toksoid merupakan
satu-satunya cara
dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi
telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi
aktif (DPT atau DT). (4)
2.1.11. Prognosis
Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14
hari, tetapi bisa lebih pendek atau pun lebih panjang.
Berat ringannya
penyakit dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang memperburuk:
-
Masa
inkubasi kurang dari 7hari
-
Usia
lebih muda dan usia lanjut
-
Frekuensi
kejang yang lebih tinggi
-
Suhu
tubuh yang tinggi
-
Pengobatan
yang terlambat
-
Letak,
jenis luka dan luas kerusakan jaringan
-
Period
of onset yang pendek
-
Spasme
otot pernapasan dan obstruksi saluran pernapasan(8)
BAB 3
CATATAN
MEDIK PASIEN
Tanggal
Masuk :
7
Januari 2014
|
Co-ass
I : Rizka
Co-ass
II : Anita
Co
– ass III: yoga
Co
– ass IV : debora
|
Dokter
Ruangan :
Dr.
citra
Dokter
COW :
Dokter
Kepala Ruangan :
|
Jam
:
22.00
WIB
|
||
No.
RM :
00.68.38.94
|
ANAMNESE
PRIBADI
Nama : Amriah
Umur : 57 tahun
Jenis
Kelamin : Perempuan
Status
Perkahwinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jalan Bunga
ANAMNESE PENYAKIT
Keluhan Utama : Kejang
Telaah : Hal ini dialami OS
± 5 hari sebelum masuk rumah sakit, kejang bersifat hilang timbul. Frewenksi
kejang ± 8 kali sehari. Kejang dipicu oleh cahaya dan suara. Os mengalami kaku
kuduk (+) sejak ± 5 hari ini juga dan
trismus (+) bisa membuka mulut ±3cm. Os tidak bias makan dan minum. Riwayat
luka pada telapak kaki kanan (+), dialami os ± 1 bulan ini, dengan os
mengetahui awal luka pada telapak kakinya tertusuk bamboo. Os tidak berobat untuk
luka kakinya karena os sudah pernah ditusuk bambo juga beberapa tahun yang
lalu. Os tidak mengalami demam.Riwayat demam (+). Demam bersifat naik turun dan
demam turun dengan pemberian obat penurun panas. Mual muntah tidak dijumpai. Os
mengalami batuk (+) pada saat ini. Sesak nafas tidak dijumpai. BAK (+) BAB (+)
Normal. Sebelum os dirawat di RSUPHAM, os dirawat di rumah
RPT : Tidak
jelas
RPO : Tidak Jelas
ANAMNESE
ORGAN
Jantung Sesak
nafas : (-)
Edema : (-)
Angina
Pektoris : (-)
Palpilasi : (-)
lain-lain : (-)
Saluran Pernafasan Batuk-batuk : (+) Asma, bronkitis :
(-)
Dahak : (-)
Lain-lain : (-)
Saluran Pencernaan Nafsu
makan : (N)
Penurunan Berat badan : (-)
Keluhan
menelan : (-)
Keluhan Defekasi : (-)
Keluhan
perut : (-)
Lain-lain : (-)
Saluran Urogenital Sakit
BAK : (-)
BAK tersendat : (-)
Mengandung
batu : (-) Keadaan Urin
: cukup
Haid : (-)
Lain-lain : (-)
Sendi dan Tulang Sakit
Pinggang : (-) Keterbasan gerak : (+)
Kel.
Persendian : (-)
Lain-lain : (-)
Endokrin
|
Haus/polidipsi : (-)
Poliuri : (-)
Polifagi : (-)
|
Gugup : (-)
Perubahan
suara : (-)
Lain-lain : (-)
|
Syaraf
Pusat
|
Sakit
kepala : (+)
|
Hoyong : (-)
Lain-lain : (-)
|
Darah
dan P. darah
|
Pucat : (+)
Petechie
: (-)
|
Perdarahan
: (-)
Purpura : (-)
Lain-lain : (-)
|
Sirkulasi
|
Claudicatio
intermitten : (-)
|
Lain-lain : (-)
|
ANAMNESE FAMILI : Tidak
dijumpai
PEMERIKSAAN FISIK
DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS :
Keadaan Umum
|
Keadaan Penyakit
|
Sensorium
: Compos Mentis
Tekanan
darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan
: 22 x/i
Temperatur
: 36.7oC
|
Pancaran
Wajah : biasa
Sikap
paksa : -
Refleks
fisiologis : +
Refleks
patologis : -
|
Keadaan
Gizi :
=
|
Anemia
(-). Ikterus( -). Dispnoe (-). Sianosis (-). Udem (-). Purpura (-). Turgor
kulit : baik
TB
: 151 cm
BB
: 66 Kg
BMI :
|
KEPALA
Mata
: konjunktiva palpebra pucat (-), ikterus (-/-), pupil : isokor, ukuran Ø 3mm.
Refleks cahaya direk (+/+) / indirek
(+/+), kesan : normal
Lain-lain : -
Telinga
: tidak ada kelainan
Hidung
: tidak ada kelainan
Mulut : Lidah :
tidak ada kelainan
Gigi/geligi : tidak
ada kelainan
Tonsil/faring : tidak ada kelainan
LEHER
Struma
: tidak membesar, tingkat : (-)
Pembesaran kelenjar limfe : (-)
Posisi
trakea : medial. TVJ : R-2cmH2O
Kaku
kuduk (-), lain-lain : trismus (+) 3cm
TORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk :
simetris fusiformis
Pergerakan :
simetris kesan: normal
Palpasi
Nyeri
tekan :
(-)
Fremitus
suara :
SF kiri = kanan kesan : sonor pada kedua
lapangan paru
Iktus : (-)
Perkusi
Paru
Batas Paru – Hati R/A : :
ICR V/VI linea midklavikularis dekstra
Peranjakan : 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICR III sinistra
Batas kiri jantung : ICR IV – V 1cm Linea Mid Clavicularis
Sinistra
Batas kanan jantung : Linea sternal dextra
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : vesikuler
Suara
tambahan :
Jantung
M1 > M2, P2 >P1, A2 > A1,
desah sistolik (-), tingkat : -
desah
diastolik (-), lain-lain : -
HR : 120 x/i, reguler, intensitas :
cukup.
TORAKS BELAKANG
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : Stem Fremitus kanan
< kiri, kesan : mengeras pada
lapangan tengah dan bawah
Auskultasi : SP = vesikuler
ST = (-)
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk :
simetris
Gerakan
lambung/usus : peristaltic (+) normal
Vena
kolateral : (-)
Caput
medusae :
Palpasi
Dinding
abdomen : soepel
Hati
Pembesaran : -
Permukaan :
Pinggir :
Nyeri tekan : (-)
Limpa
Pembesaran : (-), Schuffner (-) , Haecket ( - )
Ginjal
Ballotement : (-) Lain-lain
: (-)
Uterus
/ Ovarium : Tidak
dilakukan pemeriksaan
Tumor : Tidak
dilakukan pemeriksaan
Perkusi
Pekak
Hati : (+)
timpani
Pekak
beralih : (-)
Auskultasi
Peristaltik
usus : peristaltik
(+), kesan : normal
Lain-lain : (-)
Pinggang
Nyeri
ketok sudut kostovertebra : (-)
INGUINAL : tidak
dilakukan pemeriksaan
GENITALIA LUAR : tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK
DUBUR (RT) :
tidak dilakukan pemeriksaan
ANGGOTA GERAK ATAS
|
ANGGOTA GERAK BAWAH
|
||
Deformitas
sendi : -
Lokasi : -
Jari
tabuh : -
Tremor
ujung jari : -
Telapak
tangan sembab : -
Sianosis : -
Eritema
palmaris : -
Lain-lain : luka pada
kaki
kanan
|
Udem
A.
femoralis
A.
tibialis posterior
A.
dorsalis pedis
Refleks
APR
Refleks
KPR
Refleks
fisiologis
Refleks
patologis
Lain-lain
: gangren
|
Kiri
tdp
+
+
+
+
+
+
tdp
tdp
|
Kanan
tdp
+
+
+
+
+
+
tdp
tdp
|
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
RUTIN
Darah
|
Kemih
|
Tinja
|
Hb : 13,60 g% (N : 11-15,5)
Lekosit
: 13,20 x 103/mm3 ((N : 4,5-11)
LED : tidak diperiksa
Eritrosit
: 4,43 x 106/mm3 ((N : 4,20-4,57)
Ht : 39.50 %
Hitung
Jenis :
Neutrofil
76,90 % (37-80)
Limfosit
17,80 % (20-40)
Monosit
5,00% (2-8)
Eosinofil
0,10 % (1-6)
Basofil
0,200 % (0-1)
|
Warna :
kuning jernih
Reduksi : -
Protein : -
Bilirubin
: -
Urobilinogen
: +
Sedimen
Eritrosit
:0-2 /lpb
Lekosit :>30 /lpb
Silinder
: -
Epitel : -
/lpb
|
Warna : tdp
Konsistensi
: tdp
Eritrosit : tdp
Lekosit : tdp
Amuba/kista
: tdp
Telur
cacing : tdp
Askaris : tdp
Ankilostoma
: tdp
Trichuris : tdp
Kremi : tdp
|
Diagnosa Banding
|
1. Tetanus2. Meningitis3. Enchepalitis |
Diagnosa Sementara
|
Tetanus
|
Penatalaksanaan
|
Aktivitas: tirah
baring
|
Diet: Diet
sonde via ngt 1800 kalori
|
|
Tindakan suportif:
IVFD
dextrose 0.5% + 5ampul diazepam 20 gtt/l
|
|
Medikamentosa:
·
Inj
Diazepam1 ampul extra jika kejang
·
ATS inj
terapeutik 10 000 unit
·
Metrnidazole
drips 500mg/6 jam
·
GV luka
–konsul bedah
|
Hasil
Laboratorium Tanggal 31-12-2013
Darah lengkap :
Hb : 13,60 g% (N : 11-15,5)
Eritrosit : 4,43 x 106/mm3 ((N
: 4,20-4,57)
Leukosit : 13,20 x 103/mm3
((N : 4,5-11)
Trombosit : 205 x 103/mm3 ((N :
150-450)
MCV : 89,20 fL (85-95)
MCH : 30,50 pg (28-32)
MCHC : 34,20 g% (33-35)
RDW : 14,30 % (11,6-14,8)
Hitung jenis :
Neutrofil : 76,90
% (37-80)
Limfosit : 17,80 % (20-40)
Monosit : 5,00% (2-8)
Eosinofil : 0,10 % (1-6)
Basofil : 0,200 % (0-1)
Neutrofil
Absolut : 10,22 10 6 μL
/ (2,7-6.5)
Limfosit
Absolut : 2,36 10 6 μL (1,5-3,5)
Monosit
Absolut : 0,67 10 6 μL
(0,2-0,5)
Eosinofil
Absolut : 0,01. 10 6 μL
(0-0.16)
Basofil Absolut :
0,03 10 6 μL (0-1
Ginjal
Ureum : 69.70 mg/dl (<50)
Kreatinin : 1.37 mg/dl (0.7–1.20)
Elektrolit
Natrium :143 mEq/L (135-155)
Kalium : 4.0 mEq/L (3.6-5.5)
Klorida :116 mEq/L (96-106)