Kamis, 11 November 2010

A. ANATOMI DAN HISTOLOGI SALURAN CERNA BAWAH


A. ANATOMI DAN HISTOLOGI SALURAN CERNA BAWAH1,2,3,4,5

Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya dalah suatu saluran (tabung) dengan panjang sekitar 30 kaki (9 m) yang berjalan melalui bagian tengah tubuh dari mulut ke anus. Saluran cerna terbagi menjadi saluran cerna atas dan bawah yang dipisahkan oleh ligamentum treitz yang merupakan bagian duodenum pars ascending yang berbatasan dengan jejunum (Richard Snell, 2006). Oleh sebab itu, pada bagian ini akan dibahas usus halus, usus besar, rektum, dan anus sebagai bagian saluran pencernaan bawah.
Intestinum Tenue dan Intestinum Crassum merupakan bagian saluran pencernaan makanan (traktus digestivus). Setelah melewati pilorus disebut Intestinum Tenue atau usus halus2. Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjangnya dalam keadaan hidup. Angka yang biasa diberikan, enam meter adalah penemuan setelah mati bila otot telah kehilangan tonusnya. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ilio-kolika, tempat bersambungnya dengan usus besar.
Usus halus terletak di daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar dan dibagi dalam beberapa bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Karena tidak mempunyai mesenterium maka duodenum disebut juga Intestinum Tenue non Mesenteriale dan jejunum serta ileum yang mempunyai mesenterium disebut Intestinum Tenue Mesenteriale.

Duodenum disebut juga usus dua belas jari yaitu 12 jari orang yang bersangkutan (panjang kira-kira 25 cm) yaitu bagian usus setelah pilorus sampai pada permulaan jejunum, berbentuk sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi kepala pankreas. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika, atau ampula vateri, sepuluh sentimeter dari pilorus.
            Duodenum ini sebagian besar letaknya secundair Retro Peritoneal (semasa fetus muda letaknya Intra peritoneal kemudian pada fetus lebih tua letaknya beralih melekat pada dinding belakang abdomen) letaknya rapat pada dinding abdomen belakang kanan dan didepannya dilapisi oleh peritoneum viscerale.
Duodenum terdiri dari empat bagian :
*          Pars Superior Duodeni (panjang kira-kira 5 cm) yang berjalan horizontal. Bagian permulaannya (setelah pilorus) disebut Bulbus duodeni, sebab berbentuk membesar dan meluas. Bagian ini mempunyai mesenterium, pada bagian belakang abdomen tiba-tiba membelok 90 derajat ke bawah secara vertikal. Di depan pars superior ini terdapat Ligamentum HepatoDuodenale dan dibelakangnya berjalan V. Cava Inferior
*          Pars Descendens Duodeni (panjang kira-kira 8 cm) berada rapat pada dinding belakang abdomen; sebelah kanan belakang terdapat ginjal kanan, dan masuk Ductus Choledocus dan Ductus Pancreaticus serta ductus Wirsungi. Di depan Bagian ini berjalan Colon Transversum.
*          Pars Inferior (horizontal) Duodeni (panjang kira-kira 7.5 cm) berjalan horizontal kekiri pada level L-3. Didepan duodenum ini terbentang mesenterium yang didalamnya terdapat arteri dan V. Mesenterica Superior, serabut-serabut syaraf dan pembuluh limfe. Di belakang bagian ini berjalan V. Kava Inferior dan Aorta Abdominalis serta Pankreas diatasnya. Akhir bagian ini membelok ke atas depan menjadi Pars Ascendens Doudeni.
*          Pars Ascendens Duodeni (panjang kira-kira 5 cm) sampai level L-2  dan berlanjut sampai jejunum.

Sambungan duodenum dengan jejunum disebut flexura duodeno jejunalis. Permukaan dalam duodenum dilapisis mukosa. Permukaan mukosa pada bulbus tinggi mencapai 1 cm dan satu sama lainnya berjarak 0.5 cm. Pada pertengahan duodenum pars desendens di bagian kiri terdapat muara bersama duktus choledochus (saluran empedu) dan ductus wirsungi (saluran pankreas).
Bagian-bagian duodenum yang dilapisi peritoneum adalah duodenum pars superior ditutupi seluruhnya oleh peritonium viscerale. Duodenum pars desscendens, hanya bagian depan yang dilapisi peritonium. Duodenum pars horizontal, hanya bagian depan yang dilapisi peritoneum. Duodenum pars ascendens, seluruhnya dilapisi peritoneum. Alat-alat disekitar duodenum adalah ginjal kanan dan ureter berada di belakang duodenum pars descendens.
Colon transversum berjalan melintang di depan pars descendens dan di atas pars horizontalis. Pankreas terdapat di sebelah kiri dari duodenum pars descendens. Hepar lobus kanan terdapat di depan duodenum pars superior dan duodenum pars descendens. Arteri dan vena mesenterica superior berada di depan duodenum pars horizontalis (pars inferior). V. cava inferior dan aorta abdominalis berada di belakang duodenum.

Jejunum adalah usus halus lanjutan duodenum yang panjangnya kira-kira ½ meter, penampangnya berkisar 25-35 mm.  Jejunum berkelok-kelok dan berada di bawah colon transversum dan ditutupi oleh omentum mayus. Permulaannya pada flexura duodeno jejunalis (level L2) dan berakhir pada sacro iliaca junction kanan. Penampang permulaan 33.5 cm dan makin ke kaudal makin kecil 2.5 cm. Jejunum mempunyai mesenterium lengkap; permukaan mukosa jejunum memperlihatkan Plicae Mucosa Circulare yang pada apangkalnya agak tinggi (kira-kira 5 cm) dan jarang, makin ke kaudal lebih rendah (kira-kira 2 cm) dan lebih rapat. Disini terdapat limfonodi solitaris (sebesar kepala jarum pentul).
Ileum adalah usus halus lanjutan jejunum yang menempati rongga perut kawasan hypogastrica, panjang ileum ini berkisar 2-2.5 meter dengan lumen permulaan 25 mm dan lumen kaudal 20 mm. Ileum ini warnanya agak kemerahan sebab mempunyai banyak kapiler. Absorpsi makanan terutama terjadi pada usus ini. Ileum mempunyai mesenterium lengkap. Permukaan mukosa memperlihatkan plicae mucoase semisircularis agak rendah (kira-kira 2 mm) dan rapat, pada bagian kaudal plika lebih lengkap. Disini terdapat limfonodi aggregati (peyer plexus).
Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Yang paling luar (lapisan serosa) dibentuk oleh peritonium. Peritonium mempunyai lapisan viiseral dan parietal, dan ruang yang terletak di antara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritonium. Peritonium melipat dan meliputi hampir seluruh viscera abdomen. Nama-nama khusus telah diberikan pada lipatan-lipatan peritonium. Mesenterium merupakan lipatan peritonium lebar yang menyerupai kipas yang menggantung jejunum dan ileum dari dinding  posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan leluasa. Mesenterium menyokong pembuluh darah dan limfe yang menyuplai ke usus. Omentum mayus merupakan lapisan ganda peritonium yang menggantung dari kurvatum mayor lambung dan berjalan turun di depan visera abdomen menyerupai celemek. Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang dari kurvatura minor lambung dan bagian atas duodenum, menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan ligamentum hepatoduodenale. Salah satu fungsi penting peritonium adalah mencegah gesekan antara organ-organ yang berdekatan sebagai pelumas.
Otot yang melapisi usus halus mempunyai dua lapisan : lapisan luar terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis; dan lapisan dalam terdiri dari serabut-serabut sirkular. Lapisan submukosa terdapat antara otot sirkuler dan lapisan yang terdalam yang merupakan perbatasannya. Dinding submukosa ini terdiri atas jaringan aerolar dan berisi banyak pembuluh darah, saluran limfe, kelenjar dan pleksus saraf yang disebut pleksus Meissner. Di dalam duodenum terdapat ebberapa kelenjar khas yang dikenal sebagai kelenjar Brunner. Kelenjar ini dalah jenis kelenjar tandan yang mengeluarkan sekret cairan kental alkali yang bekerja untuk melindungi lapisan duodenum dari pengaruh isi lambung yang asam.

Dinding mukosa dalam yang menyelaputi sebelah dalamnya disusun berupa kerutan tetap seperti jala, yang disebut valvulae koniventes, yang memberi kesan anyaman halus. Lipatan ini menambah luas permukaan sekresi dan absorpsi.  Dengan ini juga dihalangi agar isinya tidak terlalu cepat berjalan melalui usus, dengan demikian memberi kesempatan lebih lama pada getah pencernaan untuk bekerja atas makanan. Lapisan mukosa berisi banyak lipatan Lieberkuhn berupa kelenjar sederhana yang diselimuti epitelium silinder yang bermuara di atas permukaan di tengah-tengah vili.
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri seliaka. Arteria ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh arteri gastroduodenalis dan cabangnya, arteria pankreatikoduodenalis superior. Darah dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Usus halus dipersyarafi oleh cabang-cabang sistem saraf otonom. Rangsangan parasimpatis merangsang aktifitas sekresi dan motilitas, dan rangsangan simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis merngatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik berjalan melalui pleksus Aurbach yang terletak di dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter ususbesar sekitar 6.5 cm (2.5 inchi), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus.  Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut sebagai fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan mebentuk lekukan berbentuk–S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian utama dari usus besar yang terakhir disebut sebagi rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara bagian keluar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebut kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5.9 inci).
Hampir seluruh usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti yang ditemukan pada bagian usus lain. Lapisan otot longitusinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, sehingga rektum mempunyai satu lapisan otot longitusinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek dari pada usus, sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Apendises epiploika adalah kantong-kantong kecil peritonium yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kripte Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet dibandingkan usus halus.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi bagian kiri dan kanan berdasarkan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior mendarahi bagian kanan (sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum) dan arteria mesenterica inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteri iliaka interna dan aorta abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika superior, vena mesenterika inverior, dan vena hemoroidalis superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.
Persyarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian sfingter eksterna yang berada dalam pengendalian volunter. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut pascaganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang sfingter rektum. Rangsang parasimpatis mempunyai efek berlawanan



B. FISIOLOGI SALURAN CERNA BAWAH

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Semua aktivitas lainnya mengatur dan mempermudah berlangusngnya proses ini. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptialin, HCL, pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung terhadap makaann yang masuk. Proses ini berlanjut di duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Mukus juga memberikan perlindungan terhadap asam. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Kerja empedu terjadi akibat sifat deterjen asam-asam empedu yang dapat melarutkan zat-zat lemak dengan membentuk misel. Misel merupakan agregat asam empedu dan molekul-molekul lemak. Lemak membentuk inti hidrofobik, sedangkan asam empedu karena merupakan molekul polar, membentuk permukaan misel dengan ujung hidrofobik menghadap ke luar menuju medium cair. Bagian sentral misel juga melarutkan vitamin-vitamin larut lemak, dan kolesterol. Jadi, asam-asam lemak bebas, gliserida, dan vitamin larut lemak dipertahankan dalam larutan sampai dapat diabsorpsi oleh permukaan sel epitel.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim yang terdapat dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak enzim-enzim ini terdapat dalam brush border vili dan mencerna zat-zat makanan sambil diabsorpsi.
Dua hormon berperan penting dalam pengaturan pencernaan usus. Lemak yang bersentuhan dengan mukosa duodenum menyebabkan kontraksi kandung empedu yang dioerantarai oleh kerja kolesitokinin. Hasil-hasil pencernaan protein tak lengkap yang bersentuhan dengan mukosa duodenum merangsang sekresi getah pankreas yang kaya-enzim; hal ini diperantarai oleh pankreozimin.
Asam lambung yang bersentuhan dengan mukosa usus menyebabkan dikeluarkannya hormon lain, yaitu sekretin, dan jumlah yang dikeluarkan sebanding dengan jumlah asam yang mengalir melalui duodenum. Sekretin merangsang sekresi getah yang mengandung bikarbonat dari pankreas, merangsang sekresi empedu dari hati, dan memperbesar kerja CCK.
Pergerakan segmental usus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan absorpsi optimal dan asupan kontinu isi lambung.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung masa feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas adalah gerakan pengadukan haustral. Kantung atau haustra meregang dan dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak progresif tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan mermas-remas sehingga memberi waktu untuk terjadinya absorpsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lambat dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menymbat beberapa haustra; dan (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gatrokolik setelah makan, terutama setelah makanan yang pertama kali dimakan pada hari itu.
Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf voluntar. Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat. Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang tergang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal hilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik ke atas melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan intraabdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus menerus (manuver atau peregangan valsalva). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektumsecara bertahap menjadi relaks dan keinginan defekasi menghilang.


DAFTAR PUSTAKA

1Lauralee Sherwood. Sistem Pencernaan. Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC 2001;541.

2 Dr. R. Mulia Bangun, AAI, Prof. DR. L. Aulia, AAI, dan Prof.  Dr. A. Effendi, AAI. Abdomen. dr, Simbar Siitepu, AAI. Buku Ajar Anatomi 2  : Kepala, Leher, Thorax, Abdomen, Pelvis Edisi 4. Medan : Bagian Anatomi FK USU 2006; 22-28.

3Evelyn Pearce. Saluran Pencernaan dan Pencernaan Makanan. Evelyn Pearce Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia 2006;188-195.

4 Luis Carlos Junqueira, dan José Carnerio. Saluran cerna. Luis Carlos Junqueira, Dan José Carnerio.  Histologi Dasar : Teks Dan Atlas. Jakarta : EGC 2007;295-306.

5Glenda N. Lindseth.Gangguan Usus Halus dan Gangguan Usus Besar. Sylvia A Price, dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC 2003. 437 - 459.

6Dr.Marcellus Simadibrata K, Ph.D,Sp.PD dan Prof. DR. Dr. Daldiyono, Sp.PD.Diare Akut. DR. Dr. Aru W. Sudoyo, Sp. PD, KHOM, Dr. Bambang Sertiohadi, Sp.PD,DR. Dr. Idrus Alwi, Sp.PD, Dr. Marcellus Simadibrata K, Ph.D, Sp.PD, dan DR. Dr. Siti Setiati, MEpid, Sp.PD. Buku Ajar Ilmu Penyakit  Dalam Edisi Keempat Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia  2007; 408 - 413 .

7Larry K. Pickering dan John D. Snyder.Gastroenteritis. Waldo E. Nelson, MD, Richard E. Behrman, MD, Robert Kliegman, MD, dan Ann M.Arvin, MD. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Volume 2. Jakarta : EGC 1996; 889-893.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar